Skip to main content

Belajar dari Sang Bunda dan Sang Bayi

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Hadits tersebut singkat, namun mengandung kedalaman makna dan dasar perenungan yang panjang akan hakekat seorang ibu. Pilihan katanya mampu menunjukan bahwa sosok ibu adalah contoh dan profil pendidik yang terbaik.

Sementara sang bayi merupakan profil seorang pembelajar yang terbaik. Marilah kita telusuri, kita amati dan renungi profil mereka.

Cobalah sekali waktu perhatikan saat sang bayi terbangun dan menaangis dimalam hari, apa yang dilakukan sang ibu? Dengan sigapnya sang ibu ikut bangun. Ia membuai sang anak penuh kelembutan. Segera digantinya popok sang bayi, lalu ia berikan yang terbaik untuk sang bayi (ASI). Kemudian menemani sampai sang bayi tertidur pulas. Semua dilakukan hampir tanpa keluhan bahkan dengan bahagia dia menjalankan amanah tersebut. Mengapa bisa begitu? Kasih sayang jawabannya.

Bandingkanlah dengan pendidik. Seandinya pendidik mampu mengambil pelajaran dan mengadopsi jawaban tersebut dalam dalam menjalankan amanah mendidik,niscaya luar biasa percepatan belajar yang akan terjadi pada anak didik. Karena dengan rasa cinta dan kasih sayang, membuat amanah akan menjadi mudah dan membahagikan. Anak didikpun akan merasa nyaman dan tentram.

Ingatkah anda, saat sang buna menyedikana berbagai jenis mainan dikala balita?. Dan apa yang anda rasakan? Apa yang menjadikan mata anda memperhatikan dengan tajam segala mainan itu, bentuk dan warna mainan? Atau suara gemercing mainan yang selalu membuat telinga anda asyik mendengarkannya? Bagaimana dengan gerakan mainan, yang membuat tangan dan kaki anda tidak bisa diam? Cobalah renungkan kembali, ternyata mainan-mainan itu telah melatih dan menjadikan diri kita semakin cerdas. Bisakah anda mengambil pelajaran dari kreativitas bunda memfasilitasi anda, untuk menjadikan anak didik menjadi semkin cerdas?.

Sekarang tengoklah ketika saat anak kita mulai berdiri, melangkah dan berjalan, dimana itu semua adalah sebuah proses yang rumit dalam perkembangan sang bayi. Ketika anak kita berusaha berdiri, lalu terjatuh, bangun, lalu terjatuh lagi, dan akhirnya bangun berdiri lagi, apa yang dilakukan ibu? Dengan penuh kesabaran yang luar biasa, sang bunda terus mendampingi dan memotivasi untuk bisa. Dalam hatinya dia berkata: “suatu hari nanti anakku pasti akan bisa” rasanya tidak ada seorang ibu yang putus asa ketika melihat bayinya terjatuh kembali. Ataupun berkata: “ sudahlah nak, kamu memang tak berbakat berdiri, merangkak sajalah.”

Memang ibu adalah sosok mitivator yang luar biasa. Betapapun kecil perkembangan yang dicapai sang anak, anmun ungkapan wajah bahagia dan senyum sang bunda akan selalu tampak. Inilah yang membuat sang bayi menjadi selalu termotivasi. Perhatikanlah, bagaimana sang bayi mencapai percepatan bayi baru mampu melangkah satu langkah, maka tepuk tangan seruan gembira dan bahagia dari sang ibu dan orang – orang disekelilingnya, membuat sang bayi selalu termotivasi unttk melangkah dan terus melangkah lagi. Maka, bisakah kita menyediakan lingkungan yang memotivasi lagkah anak didik kita?

Dalam hal makanan, sang bundapun paham betul, apa jenis makanan yang tepat untuk sang bayinya. Kapan diberikan ASI, kapan bubur dan kapan boleh makan nasi. Sehingga tak mengherankan jika majalah – majalah yang memuat informasi – informasi perkembangan anak hampir selalu laris terjual. Rasa haus sang bunda akan informasi yang diperlukannya untuk mengasuh dan membesarkan putranya, membuatnya menjadi pembelajar sepanjang usia. Maka demikian halnya demikian halnya dengan anak didik kita, berikanlah makanan terbaik sesuai dengan tahapannya. Dan jadikanlah diri anda sebagai pembelajar sejati. Kita boleh putus sekolah tapi tak boleh putus belajar.

Maka, ketika tiba waktunya, sang bunda membawa bayinya keposyandu, puskesmas atau bidan untuk mempeoleh imunisasi. Sang bunda sadar betul, bahwa proses itu sesaat akan menyakitkan bayinya, panas akan dideritanya dalam satu atau dua hari. Tapi keinginannya yang kuat untuk menjadikan bayinya lebih terjaga kesehatannya dan membuat dang bunda dengan tabah menjalani proses sesaat anaknya tersakiti. Nah, bagaimana cara anda mengimunisasi anak didik anda?.

Demikian halnya kebiasaan sang bunda, ketika memandangi sang bayi sedang tertidur pulas, hampir tak pernah melewatkan keikhlasan dirinya memanjatkan do’a – do’a untuk anaknya. Lalu mengapa anda tak mencoba untuk membiasakan mendo’akan kebaikan untuk anak didik kita?

***Sekarang mari kita alihkan perhatian kita pada sang bayi sebagai profil pembelajar terbaik. Perhatikanlah bagaimana proses belajar sang bayi, betapa tinggi rasa ingin tahunya. Tatkala kita sodorkan padanya sebuah mainan, dengan serta merta dia penasaran dengan mainan itu. Pada mulanya mainan itu dipegangnya, lalu digerakan dan dipandangi hingga seluruh permukaan mainan. Setelah puas, lalu dia masukan mainan ke mulutnya untuk mengetahui rasanya. Begitu tau rasa mainan tersebut, bergegas ia melemparkannya ke lantai untuk mengetahui reaksinya. Dan akhirnya diraihlah kembali mainan itu. Maka sebagai seorang pendidik dan pembelajar sejati, seberapa besar rasa ingin tahu anda terhadap segala sesuatu? Dan, tahukah anda, rasa ingin tahu itulah yang menghantarkan anda pada temuan – temuan baru. Ibnu abbas ra. Suatu saat ditanya seorang sahabat, “bagaimana engkau bisa secerdas ini? Jawab beliau: “dengan akal yang gemar berfikir dan dengan lisan yang gemar bertanya.” Betapa besar rasa ingin tahu beliau.!

Dikala sang anak berusaha berdiri, lalu terjatuh, bangun berdiri dan terjatuh lagi, adakah dia mengenal rasa putus asa? Dia tidak akan mengenal rasa putus asa! Bahkan dalam hatinya dia berkata: “suatu hari pasti aku akan bisa, seperti yang lainpun bisa!” maka, mengapa kita mesti tak sabar dan merasa putus asa dengan prestasi yang baru kita capai saat ini sebagai pembelajar?

Saat kita memberikan mainan sebuah mainan kotak kepada sang anak, maka ditangan si kecil mainan itu bisa menjadi mobil – mobilan, kapal terbang, perahu, rumah – rumahan. Berbagai macam mainan lainya juga dapat dicipta dalam imajinasinya. Bagaimana dengan diri kita? Apakah pola piker rutinitas masih mendominasi kita? Mengapa kita enggan mencoba mencari pendekatan lain yang diluar kerutinan kerja kita? Padahal ada banyak jalanlebih baik sebanyak ikhtiar kita untuk menemukannya. Buatlah lebih baik jangan asal beda.

Dan, terakhir, cobalah anda cari dan lengakpi daftar pesan – pesan bunda dan bayi. (dikutip dari majalah tarbawi edisi 36 th. 3/R. awal 1423 h/6 juni 2002 M)
author-photo
" Servant of Allah "
Agar mudah mengakses SUPAR.WEB.ID di smartphone, klik ikon 3 titikdi browser Chrome kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama"
Buka Komentar